Laman

Selasa, 03 September 2013

TRAGEDI KARBALA (BY @CUMICOLA)


TRAGEDI KARBALA


Kisah Wafatnya Hasan & Husein dan 
Cikal Bakal Terbentuknya Kaum Syiah

(diambil dari tweets @CumiCola)


Tweeps, sesuai niat yg pernah disampaikan maka hari ini saya akan kultwit ttg satu peristiwa yg telah mjd sejarah kelam umat Islam.

Peristiwa tsb adalah tragedi Karbala yg telah memicu perpecahan berkepanjangan di kalangan kaum muslimin & memperkuat gerakan musuh-musuh Islam. Tidak ada yg mengambil keuntungan dari perpecahan tersebut kecuali golongan-golongan yg memusuhi Islam & menginginkan umat Islam hancur. 
Tragedi Karbala merupakan Konspirasi terbesar dalam sejarah Islam yg merupakan puncak dari konspirasi pembunuhan para pemimpin umat Islam. Cukup panjang rentetan sejarah yg mendahului tragedi Karbala namun sebagai latar belakang saya akan mulai dari peristiwa terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. 
Dalam keadaan luka parah setelah ditikam Ibnu Muljam (seorang Khawarij, golongan yg juga telah membunuh Utsman), Ali berwasiat pada anak-anaknya, 
"Aku berwasiat kepada kalian berdua (Hasan & Husein), bertakwalah kepada Allah, janganlah mengejar dunia meskipun dunia mengejar kalian. Janganlah menangisi apapun, atau siapapun yg pergi meninggalkan kalian. Sampaikanlah kebenaran & sayangi anak yatim. Bantulah orang yg memerlukan & beramallah untuk negeri akhirat. Jadilah musuh bagi orang yg zalim & pembela bagi orang yg dizalimi. Amalkanlah isi al-Qur'an & jangan pernah takut terhadap celaan siapapun selama kalian menegakkan agama Allah".
Tidak lama kemudian Ali wafat. Wasiat Ali sama sekali tidak berisi serah terima tampuk kepemimpinan Khalifah atau penunjukkan penggantinya di antara keluarganya.
Sebelum kematiannya penduduk Kufah (Irak) telah meminta hal itu pada Ali,
"Tunjuklah khalifah pengganti engkau untuk memimpin kami!".
"Tidak! Aku tidak akan menunjuk seorangpun sebagai penggantiku. Aku akan meninggalkan kalian sebagaimana dulu Rasulullah meninggalkan kalian".
Setelah Ali meninggal, Hasan memimpin shalat jenazah untuk ayahnya, dia bertakbir empat kali, lalu menguburkan Ali di Kufah. Ibnu Katsir menyebut bahwa Ali dimakamkan di Darul Imarah, Kufah. Yg lain mengatakan bahwa ia dikubur di samping masjid Jami', Kufah. Al-Khathib al-Baghdadi berpendapat Hasan & Husein memindahkan jenazah Ali ke Madinah & menguburkannya di Baqi, dekat makam Fatimah. Sedangkan klaim kaum Syiah bahwa Ali dimakamkan di Najaf sama sekali tidak berdasar, sebab tidak ada bukti tentang hal itu. 
Setelah Ali dimakamkan, sebagian orang mengambil inisiatif utk membai'at Hasan sebagai khalifah. 
Yang pertama kali adalah Qais bin Sa'ad. Lalu penduduk Kufah datang beramai-ramai untuk membai'at Hasan. Namun Hasan mengajukan syarat kepada mereka. 
"Apa syaratmu?" tanya mereka.
"Kalian harus berdamai dengan siapapun yg kuajak damai & harus berperang dengan siapapun yg kuperangi". Jwb Hasan. 
Penduduk Kufah menerimanya. Beberapa bulan setelah menjadi Khalifah & menyelesaikan sejumlah urusan penduduk di sana. Hasan menyiapkan sebuah rencana besar. Rencana itu tidak lain adalah mewujudkan perdamaian di antara kedua kubu kaum muslimin yaitu kubu Ali & kubu Mu'awiyah. Sungguh sikapnya mirip dengan Rasulullah yg mencintai perdamaian bahkan fisiknya pun menurut sebagian besar riwayat mirip dengan Rasulullah.
Nabi pernah bersabda,
"Anakku ini adalah seorang pemimpin. Dan melalui dirinya, Allah akan mendamaikan dua kubu besar kaum muslimin". 
Hasan lalu memobilisasi pasukan & bergerak ke Mada'in (masih wilayah Kufah). Kala itu kedua kubu bertikai dalam status gencatan senjata. Padahal orang-orang yg haus perang di kalangan penduduk Kufah menginginkan Hasan memerintahkan mereka ke Syam guna berhadapan langsung dengan Mu'awiyah. Mengetahui Hasan membawa pasukan ke Mada'in, Mu'awiyah segera pula mengumpulkan & memberangkatkan pasukannya ke Kufah. Ketika kedua pasukan itu sudah dapat saling melihat, Amr bin al-Ash, panglima perang Mu'awiyah melihat kekuatan lawannya seperti gunung.
"Sungguh, aku melihat prajurit yg begitu banyak. Menurutku mereka tidak akan kembali sebelum berperang dengan kita." Ujar Amr kpd Mu'awiyah. 
"Hai Amr, jika kedua pasukan ini saling membunuh, lantas siapakah yg akan menangani urusan kaum muslimin?" Jawab Mu'awiyah risau. 
"Siapakah yg akan menyantuni istri-istri mereka yg gugur dalam peperangan ini? Siapa pula yg akan mengurus anak-anak mereka yg terlantar?". 
Lalu Mu'awiyah mengutus 2 orangnya untuk menemui Hasan guna berunding dengannya. Mereka adalah Abdurrahman bin Samurah & Abdullah bin Amir. Mu'awiyah berpesan agar mrk menawarkan perdamaian kepada Hasan dengan kompensasi berupa harta kepada Hasan. Agar peperangan tersebut tidak terjadi.
Setelah bertemu & mendengar penawaran Mu'awiyah, Hasan menjawab, 
"Kami, bani Abdul Muthalib sudah mempunyai harta yg kalian tawarkan. Namun umat ini sudah tercebur dalam konflik berdarah".
Hasan menginginkan agar kompensasi itu juga diberikan bagi penduduk Kufah. Dengan kompensasi itu Hasan berharap orang-orang Kufah yg menjadi pengikutnya menjadi tenang karena ia tahu sebagian besar mereka berperang demi harta. 
"Mu'awiyah menawarkan hal itu kepada engkau (bukan untuk mereka orang-orang Kufah)", jawab para utusan. 
Tapi Hasan tetap pada pendiriannya. Akhirnya kedua utusan itu mengambil inisiatif memenuhi tuntutan Hasan & memberi jaminan diri mereka bahwa Mu'awiyah akan menyetujuinya. Ternyata benar Mu'awiyah menyepakati hal itu sehingga perang hari itu bisa dihindarkan. Sungguh banyak nyawa yg terselamatkan oleh Hasan.
Namun keputusan Hasan tersebut ternyata mendapat penentangan keras dari para pengikutnya. Ketika Hasan menyampaikannya, mereka sangat marah. Beberapa orang diantara mrk berkata,
"Demi Allah, sejak awal orang ini bertekad untuk berdamai dengan Mu'awiyah. Dia sdh lemah & bersikap lunak". Yang lain berkata, 
"Hai Hasan! kamu telah berbuat syirik seperti ayahmu dahulu".
Mereka lalu mengejar Hasan & hendak membunuhnya. Mereka menyerbu tenda Hasan, merampas barang-barangnya, menyabet sorban yg sedang dikenakannya & menarik karpet yg sedang didudukinya. Seorang bernama al-Jarrah bin Sinan mengeluarkan senjata sejenis kapak & mengayunkannya ke kepala Hasan tapi Hasan berhasil menghindar. Senjata laki-laki durjana itu hanya mengenai pahanya hingga menimbulkan luka yg nyaris menembus tulangnya. Lalu Hasan memukul wajahnya. Mereka berdua kemudian terjatuh & bergulat di tanah. Melihat hal itu Abdullah ath-Tha-i melompat & merebut senjata al-Jarrah. Lalu ia memukul kepala laki-laki terkutuk itu dengan senjatanya sendiri hingga ia tewas. Hasan yg terluka parah merintih sambil berkata, 
"Aku sudah tahu, tidak ada kebaikan dalam diri kalian wahai penduduk Kufah. Dulu kalian bunuh ayahku. Sekarang kalian perlakukan aku begini". 
Para pengikut setia Hasan membawanya berobat ke seorang tabib di Mada'in. Setelah itu ia mengumpulkan para pemimpin kabilah di istana. Hasan berkhutbah,
"Wahai penduduk Kufah! Jiwaku menjadi kalut karena tiga hal yg kalian lakukan. Pertama, kalian telah membunuh ayahku. Kedua, kalian menikam pahaku, dan terakhir kalian merampas barang-barangku. Bertakwalah kalian kepada Allah terkait hak-hak kami. Kami ini adalah pemimpin & tamu kalian. Kami adalah ahlul bait yg disebut Allah dalam surah al-Ahzab : 33”. 
Sebagian yg mendengarkan menangis. Lalu Hasan membawa pengikutnya pulang ke Kufah. Sesampainya disana sejumlah orang Kufah kembali mengejeknya seperti Malik bin Dhamrah.
"Semoga keselamatan tercurah atasmu, hai orang yg sudah mencoreng wajah kaum mukminin!" teriak antek-antek Khawarij itu dgn sinis. 
"Ayah & ibuku menjadi tebusan, keturunan kalian (ahlul bait) memang mirip satu sama lain." Lanjutnya. Yang dimaksudnya adalah Ali. Lalu datang pula Abu Amir bin Sufyan mengejeknya,
"Semoga keselamatan tercurahkan atasmu, hai orang yg sudah membuat kaum mukminin terhina!".
Kenyataan ini membuat Hasan semakin yakin bahwa orang-orang Kufah tidak berguna sama sekali. Tidak mungkin mengharapkan kemenangan dari tangan mereka. Itu pula yg mendorong Hasan untuk segera menyelesaikan urusan dengan Mu'awiyah, menciptakan perdamaian yg menyeluruh bagi kaum muslimin.
Setelah beberapa kali pertemuan dgn utusan Mu'awiyah, akhirnya Hasan memantapkan hati untuk menyerahkan kekhalifahan kepada Mu'awiyah. Adapun Mu'awiyah menyetujui persyaratan-persyaratan yg diajukan Hasan sebagai syarat pembai'atan Hasan & keluarganya atas diri Mu'awiyah. Ada 4 syarat yg diajukan Hasan :
1) Mu'awiyah berkomitmen menegakkan syari'at Islam
2) Tidak menuntut atau merebut harta milik Hasan
3) Saling memberikan jaminan keamanan atau mengampuni semua orang yg pernah terlibat dalam pertikaian termasuk yg menimbulkan korban
4) Khalifah berikutnya setelah Mu'awiyah dipilih dengan jalan syura sesuai syari'at Islam. Ada versi lain tentang syarat keempat ini. Sejumlah ahli mengatakan bahwa syarat terakhir yg diajukan Hasan adalah bahwa khalifah berikutnya setelah Mu'awiyah adalah Hasan. Namun banyak yg menolak pendapat ini karena bertentangan dengan prinsip bahwa Hasan sudah tidak bersedia memangku jabatan khalifah. Diriwayatkan oleh Ibnu A'tsam bahwa Hasan pernah berkata, 
"Mengenai urusan kekuasaan sepeninggal Mu'awiyah, aku tidak menginginkannya walau sedikitpun. Seandainya aku berhasrat untuk itu, tentu kekuasaan ini tidak akan aku serahkan kepadanya sejak awal".
Setelah menyepakati perdamaian dgn Mu'awiyah. Hasan kemudian memanggil saudara sepupunya Abdullah bin Ja'far untuk mendiskusikannya. Abdullah bin Ja'far (seorang yg 'alim) berkata,
"Semoga Allah membalas jerih payahmu untuk umat Muhammad. Aku setuju dengan pendapatmu. Hasan berkata,
"Jika demikian, tolong panggilkan Husein".
Lalu Abdullah bin Ja'far mengirim seseorang untuk memanggil Husein. Husein awalnya sangat berkeberatan dengan keputusan Hasan tapi setelah Hasan menerangkan kebaikan keputusannya, Husein akhirnya menerima. Selain karena semua yg disampaikan Hasan masuk akal. Husein menyetujuinya karena menghormati kakaknya yg juga merupakan khalifahnya.
"Kamu putra tertua Ali & kamu penggantinya. Kami akan mengikuti perintahmu. Lakukanlah apa saja yg menurutmu baik." Kata Husein.
Selanjutnya Hasan memenuhi undangan Mu'awiyah untuk datang ke Syam & berbai'at kepadanya. Ia membawa serta pengikut-pengikutnya termasuk Husein. Lalu terjadilah peristiwa itu dimana Hasan, Husein, Qais bin Sa'ad & para pengikut Ali bin Abi Thalib lainnya berbai'at kepada Mu'awiyah. Sehingga tahun itu disebut 'Amul Jamaah (tahun rekonsiliasi).
Sejarah mencatat peran Hasan adalah faktor penentu terwujudnya hal ini. Hasan benar-benar telah mewujudkan nubuwat Rasulullah bahwa ia adalah seorang pemimpin umat & kelak akan mendamaikan kaum muslimin. 
Hasan hanya menjadi khalifah selama kurang lebih 7 bulan bagi Hijaz, Kufah & Yaman, tapi selamanya dia menjadi khalifah di hati kaum muslimin. Ibnu Katsir berkata, 30 tahun masa kekhalifahan rasyidah seperti yg disebut dalam hadits, digenapkan atau ditutup oleh kekhalifahan Hasan. Rasulullah bersabda, 
"Kekhalifahan ditengah umatku berlangsung selama 30 tahun, setelah itu muncul (sistem) kerajaan" (HR. Tirmidzi). 
Kaum muslimin di Madinah menyambut gembira kedatangan cucu-cucu Rasulullah beserta keluarga & para pengikutnya yg menyertai mereka. Mu'awiyah menjadi khalifah selama 20 tahun sejak menerima bai'at dari Hasan & Husein. Selama itu pula ia memperlakukan mereka dengan baik & hormat. Mu'awiyah sering mengundang Hasan ke Syam & setiap datang, ia meminta Hasan duduk di dekatnya. Ia juga memberikan 100 ribu dirham sebagai hadiah. Mu'awiyah juga sering mengirimkan hadiah untuk Hasan & ahlul bait di Madinah. Pernah suatu kali ia memberikan 400 ribu dirham kepada Hasan. Fakta ini juga tercatat dalam buku-buku milik kaum Syiah seperti Jala-ul 'Uyun karya al-Majlisi & al-Kafi fil Furu' karya ath-Thusi.
Namun prestasi Hasan yg mengakhiri perselisihan berkepanjangan di antara kaum muslimin tentu tidak disenangi oleh musuh-musuh Islam. Maka beberapa tahun setelah 'Amul Jamaah, mereka melakukan Konspirasi untuk membunuh Hasan dengan cara meracuni makanannya. Menurut sejumlah riwayat yg meracuni Hasan adalah istrinya sendiri yaitu Ja'dah binti al-Asy'ats tapi Hasan tidak pernah mengatakannya.



Menurut para ahli, ada 2 kelompok yg patut dicurigai sebagai pembunuh Hasan. Mereka adalah kelompok Sabaiyah & kelompok Khawarij. Sabaiyah adalah kelompok pengikut Abdullah bin Saba' yg berafiliasi dengan kaum Yahudi & kaum Majusi (sisa-sisa pengikut kaisar Persia). Sedangkan Khawarij adalah kumpulan orang-orang yg dulu membangkang pada Ali bin Abi Thalib & akhirnya berhasil membunuhnya di Kufah. Namun jika dicermati lebih dalam maka kelompok Sabaiyah yg merupakan cikal bakal kelompok Syiah adalah pihak yg paling memusuhi Hasan. Karena Hasan telah mendamaikan kaum muslimin, sesuatu yg sangat dibenci oleh musuh-musuh besar umat Islam yaitu kaum Yahudi & Majusi. Selain itu kematian Hasan diharapkan dapat memicu timbulnya kembali perselisihan & peperangan di antara kaum muslimin, khas Yahudi. Dugaan ini akan semakin terlihat kebenarannya setelah tragedi Karbala yg merupakan buntut gagalnya rencana memicu perselisihan dengan kematian Hasan. Gagalnya pembunuhan Hasan sebagai pemicu konflik kaum muslimin berkat kearifan Husein, mendorong kelompok Sabaiyah menciptakan tragedi Karbala. Nanti akan kita lihat bukti-bukti lainnya yg menunjukkan Konspirasi kaum Sabaiyah (leluhur orang-orang Syiah) dalam menciptakan tragedi Karbala.
Dalam keadaan sakit setelah diracun, Husein meminta Hasan memberi tahu siapa yg telah meracuninya tapi Hasan enggan menyebutkannya. Pemimpin yg zuhud itu akhirnya wafat tahun 51 H dlm usia 48 tahun. Ia dimakamkan di Baqi, dekat kuburan ibundanya yg mulia Fatimah. Husein mempersilahkan gubernur Madinah Sa'ad bin al-Ash menjadi imam shalat jenazah Hasan karena menghormatinya sebagai pemimpin wilayah. Saat berita kematian Hasan sampai ke Kufah, penduduk negeri itu kembali kasak-kusuk & membangkitkan ide untuk membangkang pada Mu'awiyah. Lalu mereka mengirim surat kepada Husein yg intinya mengajak Husein mencabut bai'at pada Mu'awiyah & memimpin mereka melakukan pemberontakan. Husein tidak terpengaruh dengan ajakan mereka karena ia seorang mukmin yg memegang amanah. Mengikuti ajakan mereka berarti mengkhianati Hasan.
Rencana makar penduduk Kufah itu akhirnya diketahui juga oleh Mu'awiyah. Dia segera mengirim surat kepada Husein untuk mengingatkannya. Husein menjawab surat Mu'awiyah,
"Sungguh, aku sama sekali tidak punya niat untuk memerangimu, bahkan sekedar untuk menyelisihimu". Mu'awiyah membalas surat Husein, 
"Apabila kami memprioritaskan Abu Abdullah (Husein), hal itu karena dia seorang yg tegas seperti singa". Sehingga gagallah hasutan penduduk Kufah yg sebagian besar terdiri atas kaum Khawarij yg ditunggangi orang-orang Sabaiyah. Sepeninggal Hasan, hubungan Mu'awiyah & Husein tetap baik. Mu'awiyah terus rutin memberikan hibah & hadiah kepada Husein sekeluarga. Hubungan mereka merenggang pada akhir kekhalifahan Mu'awiyah tepatnya tahun 56 H. Ketika itulah ia mengangkat putranya Yazid sebagai penerusnya.
Ada 2 alasan penting mengapa Mu'awiyah mengangkat Yazid sebagai calon penggantinya. Pertama karena Mu'awiyah menilai Yazid pantas untuk itu. Menurut Ibnu Katsir, ketika berdamai dengan Hasan Mu'awiyah berjanji akan menyerahkan tampuk kekhalifahan kepada Hasan sepeninggalnya. Namun Hasan wafat lebih dahulu dari Mu'awiyah maka pilihannya jatuh pada Yazid. Apalagi Yazid memiliki sifat-sifat terpuji sebelum menjadi khalifah. Menurut adz-Dzahabi, Yazid adalah seorang yg kuat & pemberani, memiliki pandangan yg brilian, tekad yg kuat & lugas sebelum menjadi khalifah. Ibnu Katsir juga menganggap Yazid memiliki sifat-sifat terpuji seperti dermawan & santun. Ia memiliki konsep yg bagus terkait pemerintahan. Tapi setelah berkuasa dia justru memperlihatkan sikap semena-mena & melakukan berbagai kesalahan nyata. Hingga puncaknya terjadinya tragedi Karbala.
Alasan kedua, Mu'awiyah ingin menjaga persatuan umat. Ia khawatir terjadi perselisihan di antara umat Islam sepeninggal dirinya. Agar suksesi berjalan damai, Mu'awiyah mengadakan pertemuan akbar di Damaskus, Syam. Dia mengundang utusan dari berbagai wilayah. Kepada mereka Mu'awiyah menyatakan akan mengangkat Yazid sebagai penggantinya. Semua utusan mendukung keinginan itu setelah mengetahui alasannya. Tapi penduduk Madinah tidak menyetujui hal itu sehingga Mu'awiyah datang ke Madinah untuk berunding atau melakukan pendekatan dengan mereka. Hasilnya penduduk Madinah bersedia menerima keputusan Mu'awiyah & berbai'at kepada Yazid kecuali 4 orang putra sahabat terkemuka. Mereka adalah Abdullah bin Abu Bakar, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair & Husein bin Ali. Ada 3 hal yg menjadi alasan penolakan mereka. 
Pertama, mereka menolak pewarisan kekhalifahan dari bapak ke anak karena cara itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah & khulafaur rasyidin. 
Kedua, masih banyak orang yg lebih berhak menjadi khalifah selain Yazid baik dari sisi senioritas maupun kedalaman ilmu, pengalaman & kedudukan.
Ketiga, pembai'atan terhadap Yazid dilakukan ketika Mu'awiyah masih hidup & berstatus khalifah. Hal ini jelas menyalahi sunnah Nabi. Yang mana Rasulullah melarang pembai'atan terhadap dua orang secara bersamaan atau adanya dua khalifah dalam waktu yg sama. Mu'awiyah akhirnya wafat pada tahun 60 H. Hingga akhir hayatnya ia tidak berhasil membujuk keempat orang itu untuk membai'at Yazid. Sebelum wafat, Mu'awiyah menitipkan wasiat untuk Yazid kepada adh-Dhahhak bin Qais. Salah satunya agar memperlakukan keluarga Nabi dengan baik. Sepeninggal Mu'awiyah, hal pertama yg menjadi fokus Yazid adalah mendapatkan bai'at dari orang-orang yg pernah menolak untuk berbai'at padanya. Tokoh yg dianggapnya paling penting adalah Husein bin Ali. Yazid lalu mengirim surat ke al-Walid bin Utbah (gubernur Madinah). Al-Walid adalah gubernur yg diangkat oleh ayahnya, Mu'awiyah. Yazid memang masih mempertahankan gubernur-gubernur yg pernah diangkat ayahnya. Surat Yazid yg meminta al-Walid agar memaksa Husein & Abdullah bin Zubair untuk berbai'at pada Yazid tidak ditindaklanjuti oleh al-Walid. Al-Walid adalah sosok yg lembut, santun & pemaaf. Ia tidak mempersoalkan keputusan Husein & Ibnu Zubair. Ia juga takut kemarahan Allah. Yazid yg mulai memperlihatkan watak buruk sejak menjabat khalifah terus mencari jalan agar Husein & Ibnu Zubair berbai'at padanya. Husein & Ibnu Zubair merasa tidak nyaman di Madinah & khawatir dengan manuver pengikut-pengikut Yazid. Lalu mereka hijrah bersama keluarga ke Makkah. Mengetahui Husein tetap menolak membai'at Yazid & pindah ke Makkah, penduduk Kufah mengirim utusan untuk menemui Husein di Makkah. Utusan-utusan itu datang membawa surat yg berisi 100 ribu nama orang yg bersedia membai'at Husein sebagai khalifah jika ia bersedia datang ke Kufah. Husein lalu mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk memastikan kebenaran hal itu. Saat tiba di sana 12 ribu orang berbai'at kepada Husein. Peristiwa itu terjadi di rumah Hani bin Urwah. Setelah melihat sendiri dukungan penduduk Kufah, Muslim mengirim surat kepada Husein. Muslim meminta Husein datang ke Kufah, padahal peristiwa setelah itu (pengkhianatan penduduk Kufah), sungguh di luar perkiraannya. Kabar pembai'atan Husein di rumah Hani sampai ke telinga an-Nu'man bin Basyir (gubernur Kufah), ia kemudian mengingatkan orang-orang Kufah. An-Nu'ma mengancam akan memerangi orang-orang yg mengkhianati Yazid, namun sikapnya yg tegas tapi santun itu belum cukup memuaskan Yazid. Yazid kemudian memecat an-Nu'man bin Basyir & menggantinya dengan Ubaidullah bin Ziyad yg saat itu menjabat gubernur Bashrah. Yazid sekaligus menggabungkan Bashrah & Kufah di bawah satu pemerintahan yg dipimpin oleh Ubaidullah (seorang laki-laki yg zalim & bengis). Setelah menjadi gubernur Kufah, Ubaidullah datang dengan pasukannya kesana & menangkap Hani bin Urwah. Hani dipaksa menyerahkan Muslim. Hani menolak menyerahkan Muslim bin Aqil, akibatnya Ubaidullah memukuli wajahnya dengan tongkat lalu memasukkannya ke penjara. Ketika hal itu terdengar oleh Muslim bin Aqil, ia segera menyeru orang-orang yg telah berbai'at kepada Husein untuk menolong Hani bin Urwah. Lalu Muslim bin Aqil bersama 4000 orang Kufah mengepung istana Ubaidullah. Namun laki-laki itu segera menutup semua akses masuk ke istana. Setelah itu ia memanggil tokoh-tokoh masyarakat Kufah ke istana & memaksa mereka membujuk orang-orang dari kabilah masing-masing untuk meninggalkan Muslim. Ia menakut-nakuti para tokoh itu dengan mengatakan bahwa pasukan Yazid sedang dalam perjalanan ke Kufah & tidak lama lagi akan tiba di Kufah. Akibatnya para tokoh itu ketakutan & masing-masing mereka membujuk kabilahnya untuk meninggalkan Muslim & berkhianat kepada Husein bin Ali. Menjelang sore penduduk Kufah yg bertahan mengikuti Muslim tinggal 500 orang lalu menjadi 60 orang & setelah malam tinggal Muslim seorang diri. Muslim akhirnya berjalan sendirian menyusuri jalan Kufah dengan hati hancur penuh kekecewaan. Lalu ia ditangkap oleh orang-orang Ubaidullah. Pada hari Arafah, Muslim & Hani dihukum mati di tengah-tengah pasar dengan cara disalib. Penduduk Kufah tidak satupun yg datang menolong mereka. Sebelum dieksekusi, Muslim sempat menulis surat kepada Husein,
"Kembalilah & bawa keluargamu pulang. Jangan tertipu dengan penduduk Kufah".
"Mereka memang pernah membela ayahmu, namun ingatlah bahwa ayahmu ingin sekali berpisah dari mereka baik dengan kematian ataupun terbunuh".
"Sungguh mereka telah mendustai kita. Sungguh seruan para pendusta tidak patut didengarkan". Pesan terakhir Muslim bin Aqil untuk Husein.
Penduduk Kufah pernah mengkhianati Ali hingga ia terbunuh, lalu mengkhianati Hasan hingga terluka & sekarang mereka mengkhianati Husein. Qadarullah, surat Muslim bin Aqil tidak pernah sampai ke tangan Husein sehingga ia tetap berangkat bersama keluarganya ke Kufah.
Husein membawa istri & anak-anaknya, saudarinya Zainab, beberapa orang saudara tirinya & anak-anak mereka serta sebagian besar ahlul bait di Madinah. Sementara itu Yazid mengirim surat kepada Abdullah bin Abbas yg memintanya untuk mencegah Husein pergi ke Kufah agar tidak terjadi peperangan. Abdullah bin Abbas sahabat Nabi sekaligus pemuka bani Hasyim, kemudian mendatangi Husein & mengingatkannya tentang penduduk Kufah.
"Sungguh aku tidak menyukai kepergianmu ini. Karena yg akan kamu temui adalah kaum yg telah membunuh ayahmu." Kata Ibnu Abbas.
"Sungguh, terbunuh di suatu tempat (di luar Makkah) lebih aku sukai daripada terbunuh di Makkah." Jawab Husein.
"Kalau tidak khawatir masyarakat akan mencemooh kita tentu sudah kupegangi kepalamu supaya kamu tidak pergi" Kata Ibnu Abbas sambil menangis.
Sore harinya Ibnu Abbas datang lagi membujuk Husein, "Aku sangat mengkhawatirkan keselamatanmu karena penduduk Irak itu suka berkhianat, kumohon janganlah terperdaya oleh hasutan mereka, tinggallah di negeri ini karena kamu adalah pemimpin Hijaz, atau pergilah ke Yaman." Tapi Husein tetap bersikeras.
"Kalau begitu tinggalkan istri-istri & anak-anakmu. Aku khawatir kamu terbunuh di hadapan mereka" Kata Ibnu Abbas.
Namun Husein kembali tidak memenuhi anjuran Ibnu Abbas. Demikian pula anjuran dari beberapa sahabat yg lain yg berturut-turut menasehatinya. Abdullah bin Zubair datang menasehati Husein,
"Kemana kamu akan pergi? Apakah kamu akan menemui kaum yg telah membunuh ayahmu?".
"Sungguh aku lebih suka terbunuh di tempat ini & itu daripada ternodanya kemuliaan Makkah karena (seseorang yg) membunuhku." Jawab Husein.
Abdullah bin Ja'far berusaha mencegah Husein dengan mengirimkan sepucuk surat yg diantar oleh kedua anaknya, Muhammad & Aun.
"Aku memintamu agar segera kembali setelah membaca ini. Aku sangat khawatir kamu & keluargamu akan dihabisi ditempat yg kamu tuju itu".
Abdullah bin Umar berusaha mengejar Husein begitu mengetahui ia berangkat ke Kufah. Ia baru berhasil mendapatkannya setelah 3 hari.
"Mau pergi kmn kamu?" Tanya Ibnu Umar.
"Ke Kufah, lihatlah ini tulisan & surat-surat mereka & ini bukti pembai'atan mereka terhadapku." Jawab Husein. 
"Tolong jangan datangi mereka!" Pinta Ibnu Umar, tapi Husein tetap bersikeras pergi. Ibnu Umar lalu menyampaikan sebuah hadits kpd Husein. Yang mengingatkan bahwa Rasulullah lebih memilih akhirat ketimbang dunia ketika ditawari dua pilihan oleh Malaikat Jibril. Namun Husein tetap kukuh dengan keinginannya. Ibnu Umar kemudian merangkul Husein & mencium kening sahabatnnya itu, sambil menangis.
"Aku titipkan kamu kepada Allah dari kejahatan para pembunuh." Kata Ibnu Umar melepas kepergian cucu Rasulullah yg disayanginya itu. Lihatlah betapa cintanya putra Umar kepada putra Ali, cinta yg menurun dari ayahnya Umar bin Khaththab yg juga mencintai keluarga Ali. Bandingkan dengan kaum Syiah yg mencaci maki & melaknat Umar dengan cara yg bahkan lebih buruk dari yg pernah dilakukan Yahudi & Nasrani. Padahal Ali sangat mencintai sahabat-sahabat Nabi (Abu Bakar, Umar & Utsman) sehingga ia menamai sejumlah anak laki-lakinya dengan nama-nama mereka. 
Dari istrinya Laila binti Mas'ud, Ali menamai anaknya Abu Bakar. Dari istrinya ash-Shahba Ummu Habib, Ali menamai anaknya Umar. Dari istrinya Ummul Banin binti Hizam, Ali menamai anak laki-lakinya dengan Abu Bakar, al-Abbas & Utsman. Dua nama yg terakhir terbunuh di Karbala. Demikian pula dengan Hasan & Husein, mereka juga menamai anak laki-laki mereka dengan Abu Bakar & Umar karena kecintaan mereka pada Abu Bakar & Umar.
Adakah orang-orang Syiah mengakui hal ini? Atau mereka justru menutup-nutupinya dengan semakin sadis mencaci & melaknat para sahabat Nabi? Jika Ali & keturunannya dianggap sebagai imam & panutan oleh Syiah sementara Ali & keturunannya mencintai & memuliakan sahabat-sahabat Nabi, lalu ajaran siapa sebenarnya yg diikuti Syiah? Tokoh mana yg sebenarnya menjadi panutan Syiah? Pastilah bukan Ali & keturunannya.
Husein benar-benar kukuh mewujudkan niatnya untuk pergi ke Kufah. Sepanjang perjalanan setidaknya ia melewati 12 tempat sebelum sampai di Karbala. Husein berangkat dari Makkah pada tgl 8 Dzulhijah. Tempat pertama yg disinggahinya adalah Tan'im, setelah itu ia menyinggahi Shafah. Di Shafah ia bertemu al-Farrazdaq & Husein bertanya tentang Kufah. 
"Ketahuilah, hati mereka bersamamu tapi pedang mereka bersama bani Umayah". Husein tak bergeming, setelah merasa cukup beristirahat, dia & rombongannya meneruskan perjalanan hingga tiba di Bathnur Rummah. Di tempat ini Husein menulis surat kepada penduduk Kufah untuk mengabari posisinya & meyakinkan mereka bahwa ia akan datang ke Kufah. Surat itu lalu dibawa oleh Qais bin Mush-ir, tapi surat itu tidak pernah sampai. Qais ditangkap oleh orang-orang Ubaidullah & dihukum mati. Husein melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zarud. Di sinilah ia menerima kabar tentang kematian Muslim bin Aqil. Husein sangat terpukul. Orang-orang bani Aqil (kabilah Muslim bin Aqil) menemui Husein & berkata,
"Bagi kami, tidak ada gunanya hidup setelah Muslim terbunuh".
"Kami tidak akan kembali sampai kami mati." Tegas mereka. Husein menjawab, 
"Lalu apa gunanya aku hidup setelah mereka (bani Aqil) mati". Husein bertekad meneruskan perjalanan. Sebelum berangkat ia berkata kepada para pengikutnya,
"Siapa yg ingin kembali, silahkan kembali". Mendengar ucapannya, sejumlah orang langsung berpencar meninggalkannya. Sehingga hanya rombongan dari Madinah yg tetap bersamanya. Husein & rombongan yg tersisa meneruskan perjalanan melewati Tsa'labiyah, Zubalah, lalu Bathnul Uqbah hingga sampai di Syaraf. Di sini seorang anggota rombongan tiba-tiba bertakbir,
"Kenapa kamu bertakbir?" Tanya temannya.
"Aku melihat pepohonan kurma." Jawabnya.
"Di kawasan ini tidak ada pepohonan kurma." Kata yg lain.
Ternyata yg ia lihat itu adalah pasukan perintis yg dikirim Ubaidullah. Pasukan itu dipimpin oleh al-Hurr bin Yazid. Tugasnya adalah mencegah atau menghadang rombongan Husein agar tidak sampai ke Kufah. Husein terus melanjutkan perjalanan hingga sampai di Dzu Husam. Ketika meninggalkan daerah itu pasukan al-Hurr menghalangi jalannya. Terjadi percakapan antara Husein & al-Hurr, Husein menunjukkan surat-surat dari penduduk Kufah yg memintanya datang untuk menjadi pemimpin mereka. Al-Hurr & pasukannya yg ternyata juga berasal dari Kufah menjawab,
"Kami tidak termasuk kelompok yg mengirim surat-surat itu kepadamu". Padahal mereka termasuk penduduk Kufah yg mengirimkan surat-surat itu. Namun karena takut pada Ubaidullah bin Ziyad mereka berkhianat pada Husein.
"Kami tidak diperintahkan membunuhmu tapi agar tidak membiarkanmu sampai ke Kufah kecuali untuk menemui Ubaidullah bin Ziyad." Kata al-Hurr. 
"Jika kamu tidak bersedia maka carilah jalur lain yg tidak mengantarkanmu ke Kufah, juga tidak mengembalikanmu ke Madinah." Lanjut al-Hurr.
Rombongan Husein yg hanya memiliki 73 orang prajurit tidak kuasa menerobos pasukan kaveleri al-Hurr yg berjumlah 1000 orang. Lalu Husein mengambil jalan lain menuju Kufah, melintasi Udzaibul Hajanat & al-Qadisiyah. Pasukan al-Hurr membuntuti mereka dengan ketat. Setiap kali rombongan Husein mengarah ke wilayah pedalaman atau mendekati Kufah, pasukan al-Hurr langsung menghadang mereka. Hingga rombongan Husein menyimpang ke Qashr Bani Muqatil yg berarti menjauh dari Kufah. Akhirnya mereka sampai di daerah yg bernama Karbala.
"Apa nama tempat ini?" tanya Husein. 
"Karbala." jawab seseorang. 
"Namanya terdiri dari 2 kata; Karb (musibah) & bala (petaka)." kata Husein. 
Husein memerintahkan rombongan mendirikan tenda di sana. Pada hari kedua di Karbala, datanglah surat dari Ubaidullah bin Ziyad untuk al-Hurr. Ubaidullah memerintahkan al-Hurr agar menggiring Husein ke tempat sunyi & tidak ada airnya. Kenyataannya al-Hurr sudah menunaikannya. Pada hari ketiga, Ubaidullah mengirimkan 4000 pasukan pendukung yg dipimpin oleh Umar bin Sa'ad. Seluruh pasukan berasal dari Kufah. Melihat kenyataan ini baru Husein benar-benar yakin bahwa penduduk Kufah telah mengkhianatinya. Maka ia pun berunding dengan Umar bin Sa'ad. 
"Penduduk Kufah mengirim surat & memintaku datang. Namun karena sekarang mereka membenciku, maka biarkan aku kembali ke Makkah." kata Husein.
Umar bin Sa'ad yg sejak semula tidak suka ditugaskan untuk memerangi Husein menyambut positif hal itu & menulis surat kepada Ubaidullah. Namun Ubaidullah yg merasa di atas angin. merespon permintaan itu dengan memerintahkan Husein agar membai'at Yazid jika ingin selamat. Ubaidullah juga memerintahkan agar Umar bin Sa'ad menghalangi pasokan air bagi rombongan Husein dengan cara menduduki sumber air di Karbala. Umar bin Sa'ad kemudian menugaskan 500 prajurit menjaga sumber air di Karbala sehingga rombongan Husein tidak bisa mengambil air sedikitpun. Karena tidak tahan melihat anggota rombongannya kehausan terutama wanita & anak-anak, Husein mengirim 50 prajurit untuk merebut sumber air. Mereka berhasil merebut sumber air itu beberapa waktu & mengisi geriba-geriba dengan air untuk dibawa kembali ke perkemahan rombongan Husein. Melihat situasi yg semakin genting, Husein kembali mengajak Umar bin Sa'ad berunding. Husein menawarkan 3 pilihan pada Umar bin Sa'ad.
"Pilihlah salah satu dari 3 hal berikut; biarkan aku pergi ke perbatasan, atau menemui Yazid, atau kembali ke Madinah." kata Husein. 
Umar bin Sa'ad senang dengan penawaran Husein yg berarti menghindarkannya dari memerangi cucu Rasulullah. Lalu ia melapor kepada Ubaidullah. Ubaidullah awalnya setuju dengan tawaran Husein namun seseorang bernama Syamr bin Dzul Jausyan yg hadir saat itu merubah pikirannya.
"Tidak, demi Allah! Husein & para pengikutnya yg harus tunduk padamu." Artinya jika Ubaidullah menerima berarti ia tunduk pada Husein. Mungkin Syamr adalah anggota Sabaiyah yg ditugaskan untuk mengacaukan setiap upaya perdamaian dengan Husein & mewujudkan terjadinya tragedi Karbala. Mungkin juga Syamr adalah Iblis yg menjelma sebagai manusia sebagaimana Suraqah bin Malik yg muncul dalam perang Badar untuk menghasut orang-orang kafir. Karena setan dapat menampakkan diri dalam wujud manusia atau menyamar sebagai seseorang dalam kondisi tertentu untuk menciptakan kekacauan. Ketika perang Badar Iblis berkata kepada orang-orang kafir,
"Tiada kekalahan bagi kalian pada hari ini karena aku akan menjadi pelindung kalian". Lalu Malaikat Jibril muncul menampakkan diri di hadapan Iblis sehingga Iblis ketakutan & segera berbalik lari bersama golongannya. Orang kafir berkata,
"Katanya kamu akan melindungi kami Suraqah!".
Iblis menjawab, "Sesungguhnya aku melihat apa yg tidak bisa kalian lihat". 
Menariknya Syamr bin Dzul Jausyan juga hadir dalam perang di Karbala & tampil paling depan menghasut orang-orang Kufah yg masih ragu memerangi Husein. Tentang kemampuan setan yg demikian & hal-hal lain yg berkaitan dengan Jin akan saya bahas dalam kultwit tersendiri tidak lama lagi, insyaAllah.
Hasutan Syamr dengan mudah mempengaruhi Ubaidullah karena dia memang pembenci & pencela ahlul bait & sahabat-sahabat Nabi (sifat khas orang-orang Sabaiyah). 






Kaum Sabaiyah atau hari ini lebih dikenal dengan sebutan Syiah sejatinya membenci ahlul bait walaupun mereka tampil seakan-akan mencintainya. Kebencian/hinaan mereka terhadap ahlul bait terekam dalam buku-buku karya imam-imam besar mereka seperti diungkap oleh mantan imam Syiah Sayyid al-Musawi. Berikut ini sebagian bukti kebencian/hinaan kaum Syiah terhadap ahlul bait (perlu satu kultwit tersendiri jika harus ditampilkan semuanya).

Dalam kitab Al-Kafi, Kulaini, seorang ulama hadits Syiah mengatakan bahwa Nabi pernah menolak keberadaan Husein dalam rahim Fatimah.
"Wahai Muhammad, sesunggunya Allah memberi kabar gembira dengan seorang anak yg akan lahir dari Fatimah, dia akan dibunuh umatmu." kata Jibril. 
"Wahai Jibril, saya tidak butuh kepada seorang bayi yg akan dibunuh oleh umatku setelahku." jawab Nabi. Lalu Jibril naik lagi ke langit. 
Mungkinkah Rasulullah yg mulia menjawab kabar gembira dari Allah dengan ucapan semacam itu? atau mencela ketetapan Allah atas cucunya? Kulaini juga menulis bahwa setelah mengetahui takdir Husein maka Fatimah mengandungnya dengan perasaan tidak suka & tidak menyusuinya. Al-Majlisi seorang ulama besar Syiah menulis dalam Bihar al-Anwar, 
"Dia (Rasulullah) menyimpan wajahnya di atas dua payudara Fatimah." 
Dlm kitab yg sama, Al-Majlisi meriwayatkan dari Ali, bahwa dia berkata,
"Saya bepergian dengan Rasulullah & tidak ada pelayan selain aku. Lalu saya berselimut dengan Rasulullah & 'Aisyah, Rasulullah tidur antara saya & 'Aisyah. Di atas kami tidak ada lagi selimut yg lain."
Mungkinkah Nabi mengijinkan Ali masuk ke kamarnya & tidur satu selimut dengan istrinya? Sungguh terkutuk kebohongan yg dibuat Syiah. Dalam Rijal al-Kisyi, Zurarah (seorang perawi hadits yg dirujuk Syiah) berkata tentang Ja'far ash-Shadiq, cicit Husein bin Ali. 
"Saya menanyakan kepadanya tentang tasyahud, maka dia menjawab, 'Segala kemuliaan & shalawat,' ketika keluar saya kentut didepan mukanya". 
"Lalu saya berkata, 'Dia tidak akan bahagia selamanya.' " kata Zurarah. 
Begitukah yg disebut Syiah sikap memuliakan ahlul bait? Demikianlah beberapa bukti kebencian Syiah  pada ahlul bait. 
Itu belum termasuk kejahatan mereka mengajarkan ajaran-ajaran rusak atas nama ahlul bait.




Kita kembali ke topik tragedi Karbala. Menerima hasutan Syamr bin Dzul Jausyan, Ubaidullah kemudian menulis surat untuk Umar bin Sa'ad. Ubaidullah bin Ziyad menulis, 

"Tidak, dengan tanpa rasa hormat aku menolak tawaran itu hingga dia datang menemuiku & menjabat tanganku". Dengan kata lain Ubaidullah memerintahkan Husein untuk tunduk padanya, dia harus menemui Ubaidullah & nasibnya ditentukan oleh Ubaidullah. 
Mengetahui penghinaan itu, dengan geram Husein bersumpah, 
"Tidak! Demi Allah, aku tidak akan tunduk pada keputusan Ubaidullah". Pada malam Jum'at tgl 9 Muharram, di hari ke-9 rombongan Husein bertahan di Karbala. Husein berkhutbah di hadapan para pengikutnya. 
"Malam ini aku izinkan kalian kembali ke keluarga masing-masing. Yg mereka inginkan hanyalah aku karena itu pergilah hingga Allah memberi jalan keluar". Namun tdk ada seorangpun pengikutnya yg bersedia meninggalkan Husein. Kemudian mereka melaksanakan shalat malam & berdoa kepada Allah. 
Keesokan harinya tgl 10 Muharram, selesai shalat subuh berjamaah, Husein mengatur pasukannya yg hanya terdiri dari 73 prajurit. Mereka terdiri atas 33 prajurit berkuda & 40 prajurit infantri. Diantaranya terdapat saudara-saudara tiri Husein, pemuda-pemuda terbaik dari ahlul bait. Panji peperangan diserahkan ke tangan saudaranya Abbas bin Ali. Para wanita & anak-anak diamankan dalam tenda bagian belakang. Husein memerintahkan agar melindungi mereka dengan tumpukan kayu & rotan yg dibakar sehingga musuh tidak dapat menerobos dari arah tersebut. Kobaran api yg melahap kayu bakar & rotan itu dilihat oleh pasukan Kufah yg sedang bergerak mendekati perkemahan rombongan Husein. Tiba-tiba Syamr bin Dzul Jausyan muncul di antara pasukan Kufah & berseru,
"Wahai Husein! Rupanya kamu ingin mencicipi api di dunia ini, sebelum api neraka di akhirat kelak membakarmu!".
"Kamulah yg lebih pantas di bakar di dalamnya!" Jawab Husein. 
Ketika kedua kubu sudah saling berhadapan, Husein berkhutbah di hadapan 5000 prajurit Kufah, orang-orang yg dulu diharapkan akan membelanya. 
"Wahai kalian semua! Seandainya kalian menerima nasehatku ini & bersikap adil terhadapku niscaya kalian akan lebih bahagia". Karena tidak ada satupun alasan bagi kalian untuk memerangiku. Tapi jika kalian menolaknya maka bulatkanlah tekad kalian untuk membunuhku. Pelindungku hanyalah Allah, Dialah yg telah menurunkan al-Qur'an & Dia yg menjaga orang-orang shaleh". 
"Tanyalah kepada diri kalian sendiri, pantaskah kalian memerangi orang yg sepertiku, sementara aku adalah cucu Nabi kalian".
"Akulah satu-satunya cucu (laki-laki) beliau yg masih hidup. Ingatlah oleh kalian, Ali adalah ayahku, Ja'far adalah pamanku & Hamzah adalah kakekku".
"Ingat pula bahwa Rasulullah telah bersabda bahwa aku & saudaraku (Hasan) akan menjadi pemimpin para pemuda penghuni surga".
"Tidakkah kalian takut kepada Allah? Bukankah seharusnya perkataanku ini bisa mencegah kalian dari menumpahkan darahku." lanjut Husein. 
Syamr berkata, "Seandainya orang ini sadar apa yg diucapkannya, pastilah dia juga sadar bahwa selama ini dia menyembah Allah setengah-setengah". 
Seorang pengikut Husein berkata, "Hai Syamr! Kamulah yg selama ini menyembah Allah setengah-setengah bahkan di atas tujuh puluh keraguan". 
"Demi Allah, kami paham betul apa yg diucapkannya (Husein). Sungguh, hatimu benar-benar telah terkunci rapat, seperti terkuncinya hati Iblis."
Husein tidak menanggapi Syamr bin Dzul Jausyan tapi meneruskan khutbahnya, 
"Wahai kalian! Biarkanlah aku kembali ke tempat yg aman". 
Pasukan Kufah diam seribu bahasa. Husein lalu memanggil satu per satu nama pemimpin-pemimpin Kufah yg dahulu mengirim surat padanya. Namun mereka menyangkal ucapan Husein, 
"Tidak, kami tidak pernah mengirim surat demikian." 
Beginilah perilaku pengecut orang-orang Sabaiyah. Betapa keji pengkhianatan mereka. Mereka tidak sekedar menelantarkan Husein tapi juga bergabung dengan pasukan yg ditugaskan untuk memerangi Husein. 
"Maha suci Allah! Demi Allah, kalian pernah mengirim surat-surat itu kepadaku." Husein terus berusaha menyadarkan orang2 Kufah. Usahanya tdk sia-sia, 30 orang dari pasukan Kufah bergabung ke pasukan Husein. Di antara mereka terdapat al-Hurr bin Yazid at-Tamimi. Sebelumnya ia adalah komandan pasukan perintis yg ditugaskan Ubaidullah bin Ziyad menghadang perjalanan rombongan Husein ke Kufah. Melihat pembelotan itu, seorang prajurit Kufah berkata, 
"Kamu datang bersama kami sebagai komandan tapi kini justru bergabung dengan Husein".
"Demi Allah, aku mempersilahkan hatiku memilih antara surga & neraka, dan ia memilih surga meski ragaku harus dicincang." Jawab al-Hurr. 
Setibanya di hadapan Husein, al-Hurr berkata, 
"Wahai cucu Rasulullah, semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu".
"Akulah pemimpin pasukan yg dulu menghadangmu & menggiringmu ke tempat ini. Sekarang aku bertaubat kepada Allah & bergabung denganmu". 
"Aku akan membelamu dengan nyawaku, sampai aku mati di hadapanmu. Menurutmu apakah itu bisa menjadi taubatku?". 
"Ya, semoga Allah menerima taubatmu & mengampuni kesalahanmu & engkau menjadi manusia yg terbebaskan (dari dosa) sesuai namamu" Jawab Husein. 
Akhirnya perangpun terjadi, diawali dengan perang tanding antara wakil dari pasukan Kufah atau Ubaidullah dengan wakil dari pasukan Husein. Setelah itu perang antara kedua kubu berlangsung tidak seimbang. Namun pasukan Kufah mendapat perlawanan sengit dari pasukan Husein. Satu per satu prajurit Husein gugur di medan pertempuran, sedangkan pasukan Kufah juga tidak sedikit kehilangan prajuritnya. Ketika waktu shalat Zuhur telah masuk, Husein mengajukan gencatan senjata agar dia & pasukannya bisa menunaikan shalat Zuhur. Tapi permintaan itu ditolak oleh pasukan Kufah.
"Percuma saja, shalat kalian tidak akan diterima!" Kata salah seorang prajurit Kufah. 
Tapi Husein tetap melaksanakan shalat dalam penjagaan prajuritnya. Sementara itu Al-Hurr maju mendesak pasukan musuh di bawah hujan panah. Setelah berhasil membunuh 2 prajurit Kufah, ia pun terbunuh di tangan musuh. Ali bin Husein maju menerjang dengan pedangnya ke arah musuh. Namun ia dikeroyok & ditikam sampai mati oleh Munqidz bin al-Abdi. Lalu prajurit-prajurit Kufah memotong-motong bagian tubuhnya sebagai souvenir. 
Melihat kekejaman itu Husein berkata, "Semoga Allah membinasakan orang-orang yg telah membunuhmu anakku. Mereka sangat lancang terhadap Allah".
"Bagiku, dunia ini tidak lagi berarti setelah kepergianmu." Lalu Husein memerintahkan budak-budaknya memindahkan jasad Ali ke tendanya. Para pembela Husein terus berguguran diterjang hujan panah pasukan Kufah. Salah satunya mengenai putranya yg masih kecil hingga tewas. Husein mengusap darah dari tubuh anaknya seraya berdoa, 
"Ya Allah turunkanlah hukum-Mu antara kami & golongan yg mengkhianati kami". 
Sementara itu di medan pertempuran, satu per satu keluarga laki-laki Husein yg lain pergi menjemput syahidnya. Semua gugur tanpa tersisa. 
Syair mereka, "Kami pergi menghadap Allah. Dialah yg membalas semuanya pada hari kiamat. Di sisiNya lah semua seteru akan kembali bertemu". 
Tinggallah Husein sendirian, saat ia hendak minum karena kehausan, musuh melepaskan anak panah yg mengenai mulutnya hingga terluka parah. Lalu Husein berjalan mencari air ke arah sungai Eufrat, tapi musuh kembali melepaskan panah hingga menembus langit-langit mulutnya. Dalam keadaan terluka & kehausan Husein tetap bertahan. Andai pasukan Kufah ingin menghabisinya tentu mereka bisa melakukannya dengan mudah. Tapi setiap orang dalam pasukan Kufah berharap bukan dirinya yg menghabisi cucu Rasulullah itu karena takut ditimpa musibah & petaka. Kondisi ini terus berlangsung hingga datang Syamr bin Dzul Jausyan. Dengan marah dia berkata, "Apa-apaan kalian! Apalagi yg kalian tunggu?!". 
Lalu mereka mengepung Husein bersama-sama. Husein berusaha memberikan perlawanan terakhir & berhasil membunuh beberapa prajurit Kufah. Hingga akhirnya seorang prajurit Kufah bernama Zur'ah bin Syarik menebas bahu kirinya hingga putus & ia jatuh tersungkur ke tanah. Lalu datang Sinan bin Anas an-Nakha'i menghujamkan tombak ke tulang selangka cucu Rasulullah itu hingga ia tewas seketika. Belum puas melakukan kekejian terhadap cucu Rasulullah, pengikut Sabaiyah ini berjongkok dekat jenazah Husein & memenggal kepalanya. 
Menurut satu riwayat, yg membunuh Husein adalah Syamr bin Dzul Jausyan tapi menurut Ibnu Katsir, yg melakukannya adalah Sinan bin Anas. Saat terbunuh, pada tubuh salah satu pemimpin pemuda surga itu terdapat 33 bekas tikaman & 34 bekas tebasan pedang para pengkhianat. Hampir tidak ada kaum laki-laki ahlul bait yg hidup setelah tragedi Karbala kecuali 2 orang yaitu Ali bin Husein yg dikenal dengan nama Zainal Abidin. Dan satu lagi Hasan bin Hasan yg lebih dikenal dengan nama Hasan al-Mutsanna. Keduanya saat itu tidak ikut bertempur karena sedang sakit. Menurut satu riwayat mereka tidak dibunuh karena dianggap masih kecil tapi mengingat kekejian musuh tentu penjagaan Allah lah yg menyelamatkan mereka. 
Menurut Ibnu Taimiyah, tidak diragukan lagi bahwa Husein terbunuh secara teraniaya & mati syahid, begitu pula dengan para pengikutnya. Dan pembunuhan Husein adalah kemaksiatan terhadap Allah & Rasul-Nya. Siapapun yg terlibat, baik langsung maupun tidak  akan menanggung dosa. 
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, "Pada suatu siang, aku bermimpi berjumpa Rasulullah. Rambut beliau tampak kusut & berdebu. Beliau membawa sebuah botol berisi darah yg beliau punguti dari tanah. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa yg ada dalam botol itu?' Beliau menjawab, 'Ini adalah darah Husein & para pengikutnya. Aku terus memungutinya sejak hari ini.' " (Fadha-ilush Shahabah no. 1380). 
Disimpulkan dari berbagai riwayat bahwa jumlah ahlul bait yg meninggal dalam tragedi Karbala termasuk Husein adalah sebanyak 18 orang. Di antara mereka terdapat 6 orang putra Ali bin Abi Thalib, 3 orang putra Hasan bin Ali & 3 orang putra Husein bin Ali. Keenam putra Ali yg terbunuh yaitu Husein bin Ali, Umar bin Ali, Utsman bin Ali, Ja'far bin Ali, al-Abbas bin Ali & Muhammad bin Ali. 3 putra Hasan bin Ali yg terbunuh yaitu; Abu Bakar bin Hasan, Abdullah bin Hasan & al-Qaim bin Hasan. 3 putra Husein bin Ali yg terbunuh yaitu; Ali al-Akbar bin Husein, Abdullah bin Husein & Abu Bakar bin Husein (saat itu msh kecil).
Keesokan harinya setelah pertempuran usai, orang-orang Ubaidullah bin Ziyad membawa ahlul bait yg tersisa (kebanyakan wanita) ke Kufah. Dalam perjalanan, merekapun melewati jasad saudara-saudara mereka yg masih tergeletak di atas tanah termasuk tubuh pemimpin tercinta mereka, Husein. 
Sinan bin Anas menyerahkan kepala Husein kepada Umar bin Sa'ad yg kemudian memerintahkan Khauli bin Yazid untuk membawanya ke Kufah. Sementara itu rombongan asy-Syahid Husein bin Ali yg tersisa dari tragedi Karbala digiring ke Kufah untuk menghadap Ubaidullah bin Ziyad. Di antara mereka terdapat saudari Husein Zainab binti Ali, anak-anaknya Sukainah binti Husein, Fatimah binti Husein & Zainal Abidin. Rombongan itu disambut oleh ribuan penduduk Kufah yg dulu pernah mengirim surat kepada Husein supaya datang tapi kemudian mengkhianatinya. Begitu melihat mereka, Fatimah berkata,
"Wahai penduduk Kufah, kalian adalah para penipu & pengkhianat! Kalian adalah orang-orang yg congkak! Allah menguji kami dengan keberadaan kalian & menguji kalian dengan keberadaan kami. Hanya saja ujian yg menimpa kami adalah ujian yg baik. Ingatlah! Laknat Allah pasti menimpa orang-orang yg zalim! Celakalah kalian! sadarkah kalian, tangan siapa dari kalian yg menikam kami?! Hati siapakah di antara kalian yg tega memerangi kami? Kaki siapakah dari kalian yg telah dilangkahkan untuk memerangi kami?! Demi Allah hati kalian benar-benar mengeras seperti batu. Kalian sudah tidak punya perasaan. Allah sudah mengunci hati, pendengaran & penglihatan kalian. Kini kalian sudah dikuasai setan. Allah bahkan telah membutakan mata hati kalian. Wahai penduduk Kufah, kalian benar-benar celaka!". 
Mendengar celaan itu, penduduk Kufah menangis sejadi-jadinya, sebagian berteriak histeris menyadari betapa besar pengkhianatan mereka. Melihat hal itu Ali Zainal Abidin berkata, "Kenapa kalian menangisi & meratapi kami? kalian pikir, siapa yg telah membunuh kami!". Ucapan Zainal Abidin ini tentu saja merupakan celaan kepada penduduk Kufah. Bahwa ratapan & jeritan mereka tidak berguna sama sekali. 




Perbuatan meratapi kematian Husein semacam itu lalu dijadikan tradisi oleh penduduk Kufah yg hari ini dilestarikan oleh kaum Syiah. Lama kelamaan perbuatan itu ditambah-tambah dengan tradisi jahiliyah seperti memukuli atau melukai kepala/badan, lazimnya perilaku kaum Nasrani. 

Dari sini pulalah tradisi Asy-Syura (10 Muharram) kaum Syiah bermula, mereka bahkan menjadikan ritual jahiliyah itu sebagai hari Raya. Padahal Rasulullah melarang umatnya meratapi kematian dengan cara meraung-raung, merobek-robek pakaian atau memukuli badan, apalagi melukainya. Perbuatan yg demikian disebut Niyahah & pelakunya terancam dosa kufur. Tapi perbuatan itu justru dijadikan tradisi oleh kaum Syiah. 
Dari Ibnu Mas'ud, Nabi bersabda "Bukan termasuk golongan kami, orang yg (ketika ditimpa musibah, red) menampar pipi, merobek-robek baju, dan memanggil-manggil dengan panggilan yg biasa dilakukan pada masa jahiliyah." (HR. Bukhari & Muslim). 
Dari al-Mughirah, Nabi bersabda, "Barang siapa meratapinya, maka niscaya ia (orang yg meratap) akan disiksa karenanya." (HR. Bukhari).
Rasulullah bersabda, "Ada dua hal yg bisa membuat manusia menjadi kufur. Yaitu mengingkari nasab & meratapi orang mati." (HR. Muslim). 
Rasulullah bersabda, "Ada empat perkara yg terdapat dalam ummatku yg berasal dari zaman jahiliyah namun belum mereka tinggalkan, (yaitu) berbangga pada kekayaan (leluhur), mencela keturunan orang lain, memohon hujan melalui bintang & meratapi mayat. Wanita yg meratapi mayat, jika belum bertaubat sebelum kematiannya, maka ia akan disuruh berdiri pada hari kiamat, sambil mengenakan pakaian hitam dari tir (qithran), serta pakaian dari kuman penyakit" (HR. Muslim). Al-Albani memberi catatan; wanita itu memakai pakaian dari tir karena ia memakai pakaian hitam saat menghadiri kematian seseorang. Ini merupakan sebagian dalil larangan memakai pakaian hitam-hitam guna mengungkapkan rasa duka atau kesedihan atas kematian seseorang. Bahkan menurut Ibnu Katsir tradisi memakai pakaian hitam-hitam ini pertama kali dilakukan oleh bani Israel saat kematian pemuka kaum mereka. Dengan demikian, memakai pakaian hitam-hitam dalam rangka menyatakan rasa duka atas kematian adalah tradisi orang kafir & kita dilarang menirunya. 
Sementara rombongan keluarga Husein memasuki Kufah. Khauli bin Yazid bergegas menuju istana Ubaidullah untuk menyerahkan kepala Husein. Namun ternyata pintu gerbangnya sudah ditutup sehingga ia terpaksa membawa kepala itu ke rumahnya & menyimpannya di dalam sebuah ember. Ketika istrinya datang & menanyakan hasil yg diperolehnya dari peperangan. Ia menjawab, 
"Aku membawakan kekayaan sepanjang masa". Begitu mengetahui yg dimaksud Khauli sebagai kekayaan sepanjang masa itu adalah kepala Husein, istrinya langsung marah & menghardiknya. 
"Celaka kamu! Orang lain pulang membawa emas & perak tapi kamu membawa kepala cucu Nabi! Demi Allah aku tidak sudi tinggal denganmu lagi". 
Keesokan harinya kepala Husein diserahkan kepada Ubaidullah. Begitu melihat kepala Husein, Ubaidullah mengambil sebuah tombak kecil. Lalu ia menusuk-nusuk kepala Husein dengan tombak kecil itu & memasukkan ujungnya ke bagian mulut sambil berkata, 
"Mulutnya bagus sekali". Melihat kejadian itu Anas bin Malik seorang sahabat Rasulullah yg masih hidup & sudah tua renta menangis sejadi-jadinya. Ia berusaha bangkit & berkata, 
"Demi Allah, aku akan bersikap tidak baik padamu setelah ini. Cepat angkat tombak kecilmu itu!". 
"Sungguh, aku melihat sendiri Rasulullah pernah mencium mulut Husein, persis di bagian ujung tombak kecilmu itu berada". Terkait hal ini Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah menulis Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, 
"Rasulullah keluar menemui kami bersama Hasan & Husein. Keduanya beliau gendong diatas pundak beliau. Sesekali beliau mencium Hasan dan sesekali beliau mencium Husein, hingga beliau sampai di hadapan kami. Seorang laki-laki berkata kepada beliau, 
"Wahai Rasulullah, Engkau kelihatan sangat mencintai keduanya."
Rasulullah menjawab, "Barang siapa mencintai keduanya berarti ia telah mencintaiku. Dan barang siapa yg membuat keduanya marah berarti ia telah membuatku marah." 
Namun Imam Ahmad tersendiri meriwayatkan hadits ini. Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits lain tentang hal ini secara terpisah seorang diri yg berasal dari Mu'awiyah, 
bahwa ia berkata, "Aku melihat Rasulullah mencium lidahnya." atau "Aku melihat Rasulullah mencium bibirnya." dalam hal ini yg dimaksud adalah Hasan.
"Sesungguhnya tidak akan terkena siksa lidah atau bibir yg dicium oleh Rasulullah." tutup Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu.
Tidak lama kemudian datanglah rombongan keluarga Husein. Ketika Zainab binti Ali masuk, Ubaidullah bin Ziyad bertanya, "siapa dia?". 
"Dia adalah Zainab binti Ali" Kata budak Zainab. 
Ubaidullah berkata, "Segala puji bagi Allah yg sudah mempermalukan & membinasakan kalian". 
"Tidak," balas Zainab, "Tapi segala puji bagi Allah yg telah memuliakan kami dengan sosok Muhammad & membersihkan kami sebersih-bersihnya".
"Kondisi kami tidak seperti yg kamu katakan. Yang ada sekarang (kamu) adalah seorang fasik yg membuka aib sendiri & seorang fajir yg sedang berdusta". 
Setelah puas melecehkan keluarga Husein, Ubaidullah bin Ziyad kemudian mengirim mereka kepada Yazid bin Mu'awiyah di Damaskus. Menurut Ibnu Taimiyah, Yazid bin Mu'awiyah memuliakan mereka & menyesali apa yg menimpa Husein. Ia juga melaknat Ubaidullah bin Ziyad. 
Yazid berkata, "Aku senang dgn kepatuhan penduduk Kufah terhadap pemimpin mereka tapi (seharusnya) tanpa perlu membunuh Husein!". Namun kalaupun benar Yazid bersedih atas kematian Husein, ia tidak menunjukkan pembelaan atas Husein dengan menghukum para pembunuhnya. Karena Yazid praktis menuai kebencian dari hampir semua orang. Setelah tragedi Karbala muncul berbagai pemberontakan atas pemerintahannya. Begitu kabar kematian Husein di Karbala sampai ke Madinah, Abdullah bin Zubair langsung mengumumkan pencopotan Yazid sebagai khalifah. Lalu penduduk Madinah memba'iat Ibnu Zubair sebagai khalifah mereka sehingga Yazid mengirimkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu. Lalu meletuslah perang Hurrah yg menelan korban ratusan sahabat Nabi & anak-anak mereka hingga akhirnya Madinah berhasil ditaklukkan Yazid. Ibnu Zubair & sejumlah pengikutnya berlindung ke Makkah, namun dikejar oleh pasukan Yazid yg kemudian mengepung kota suci itu. Untuk menaklukkan Makkah yg penduduknya berpihak pada Ibnu Zubair. Pasukan Yazid melempari Baitullah dengan manjanjiq yg dibakar api. Tapi Makkah tidak berhasil ditaklukkan & dalam masa pengepungan itulah Yazid meninggal dunia. Lalu pasukannya kembali ke Syam. Dia meninggal tahun 64 H/ 683 M, masa pemerintahannya hanya 4 tahun. Lalu posisi khalifah digantikan anaknya Mu'awiyah II bin Yazid. Demikianlah akhir pemerintahan Yazid & setelah itu kekuasaan bani Umayah mengalami kemunduran sebelum akhirnya bangkit lagi tahun 692 M. Dan selama masa itu kelompok Syiah berkembang luas. Sementara kaum muslimin terus berpecah belah kembali seperti masa Ali & Mu'awiyah. 
Jadi siapa yg paling diuntungkan dari perpecahan kaum muslimin yg sempat didamaikan oleh Hasan bin Ali dengan kebesaran jiwanya? Siapa pula yg paling diuntungkan dari menguatnya kelompok sesat Syiah yg nyata-nyata mengharamkan yg halal & menghalalkan yg haram? Sudah lazim diketahui bahwa pihak yg memetik keuntungan paling besar dari suatu konspirasi adalah pihak yg merancang konspirasi itu. Siapa mereka? siapa lagi kalau bukan Yahudi & Majusi yg bersekutu menjalankan agendanya lewat kelompok ciptaan mereka Sabaiyah alias Syiah. 
Selanjutnya mari kita lihat hukuman Allah atas orang-orang yg terlibat atau menjadi pelaku utama dalam tragedi Karbala selain Yazid bin Mu'awiyah. Adalah Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi yg memimpin pengejaran & pembalasan terhadap orang-orang yg terlibat langsung dalam pembunuhan Husein. Mukhtar adalah jenderal perang Abdullah bin Zubair. Kelak ia membangkang pada Ibnu Zubair & mendirikan pemerintahan sendiri di Kufah. Mukhtar membentuk pasukan khusus yg dipimpin oleh Ibrahim bin al-Asytar untuk menangkap & membunuh Ubaidullah bin Ziyad di Kufah. Pasukan ini akhirnya bertemu dengan Ubaidullah bin Ziyad & para pengikutnya di suatu tempat, sehingga terjadilah pertempuran sengit. Pasukan Ubaidullah kalah & ia sendiri tewas. Qadarullah peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 Muharram sama dengan tanggal kematian Husein di Karbala. Ibrahim bin al-Asytar memenggal kepala Ubaidullah & atas perintah Mukhtar kepala itu dikirim kepada Abdullah bin Zubair di Makkah. Saat kepala Ubaidullah & para pengikutnya tiba, kepala-kepala itu disusun di pelataran masjid. Tiba-tiba ada yg berteriak, "Ada ular datang!". Rupanya ada seekor ular mendatangi kepala-kepala itu & menyelinap di antaranya. Lalu ia masuk ke dalam lubang hidung Ubaidullah bin Ziyad. Ular itu berdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya pergi entah kemana. Tidak lama kemudian ia datang lagi & melakukan hal yg sama. Peristiwa itu berulang hingga 2 atau 3 kali. Besar kemungkinan ular ini adalah setan yg selama ini mengikuti Ubaidullah bin Ziyad. Ular adalah salah satu wujud jin & setan termasuk jenis jin. Lebih rinci tentang Jin insya Allah akan kita bahas dalam kultwit tersendiri. Setelah menguasai Kufah & membunuh Ubaidullah, Mukhtar mendapat dukungan yg luas dari penduduk Kufah terutama dari orang2 Syiah. Karena itu dia lupa diri, sombong & takabur, lalu dia mendirikan pemerintahan sendiri di Kufah lepas dari kekuasaan Ibnu Zubair. Guna menarik dukungan kaum Syiah ia mengaku sebagai Imam Mahdi dari kalangan ahlul bait & mengobarkan pembalasan terhadap pembunuh-pembunuh Husein. Padahal dia telah menyimpang & sesat akibat mabuk kedudukan & harta. Ibnu Zubair kemudian mengirim pasukan untuk menangkap Mukhtar. Kekuatan Mukhtar berkembang pesat setelah mendapat dukungan kaum Syiah di Kufah sehingga ia kemudian berhasil menguasai Mosul. Dia membentuk pasukan-pasukan pemburu yg bertugas menangkap & menghukum orang-orang yg terlibat dalam tragedi Karbala. Satu per satu mereka berhasil dibunuh. 
Syamr bin Dzul Jausyan berhasil disergap di suatu tempat bahkan ketika itu ia sedang tidak berpakaian. Mayatnya dijadikan makanan anjing. 
Umar bin Sa'ad komandan pasukan Kufah yg membunuh Husein & membantai keluarganya, tewas dalam satu penyergapan bersama anaknya Hafsh. 
Khauli bin Yazid orang yg menenteng kepala Husein ke rumahnya, disergap & dibunuh oleh pasukan Mukhtar, mayatnya lalu dibakar. 
Sinan bin Anas orang yg menewaskan Husein, berhasil lolos dari pengejaran Mukhtar, namun rumahnya dirobohkan oleh pasukan Mukhtar. Meskipun lolos dari pembunuhan hingga kekuasaan Mukhtar berakhir. Sinan akhirnya mati sengsara di masa kekuasaan Abdul Malik. 
Abdul Malik adalah penerus bani Umayah, dialah yg membangkitkan kekuasaan dinasti Umayah tahun 73 H setelah mengalahkan Ibnu Zubair. Dikisahkan suatu ketika Hajjaj bin Yusuf berkata di hadapan massa, "Siapa di antara kalian yg sedang mendapat ujian silahkan berdiri". Hajjaj adalah jenderal perang Abdul Malik. Dialah yg mengepung Makkah & melempari Ka'bah dengan manjanjiq hingga membunuh Ibnu Zubair. Lalu Sinan berdiri & berkata, "Akulah yg dulu membunuh Husein." Hajjaj brkata, "Itu adalah ujian yg baik." Lalu Sinan pulang ke rumah. Tidak lama kemudian lidahnya kaku & akalnya hilang sehingga ia harus makan & buang air di tempat tidur (dalam riwayat lain di masjid). Abdullah bin Abul Hushain, orang yg menduduki sumber air Karbala saat Husein dalam keadaan terluka mendatangi tempat itu untuk minum karena kehausan. 
Ia berkata, "Wahai Husein, bukankah kamu melihat air? Demi Allah, kamu tidak akan merasakannya setetespun hingga kamu mati kehausan". 
Saat itu Husein berdoa, "Ya Allah, matikanlah ia dalam keadaan kehausan." Ternyata di akhir hayatnya Abdullah memang mati kehausan. Setelah tragedi Karbala ia jatuh sakit. Ia meminum air kolam karena kehausan lalu muntah, lalu minum lagi tapi hausnya tidak hilang hingga ia mati. Menurut catatan Ibnu Khaldun, Mukhtar membunuh hampir semua pelaku utama tragedi Karbala bahkan orang-orang yg merampas bahan pewarna pakaian Husein. Jika para pembunuh yg membantai Husein & keluarganya itu tidak ditemukan, maka tempat tinggal mereka dirobohkan oleh pasukan Mukhtar. Perburuan itu berakhir seiring dengan berakhirnya kekuasaan Mukhtar. Ia terbunuh di tangan Mush'ab bin Zubair, adik Abdullah bin Zubair. Setelah itu Mush'ab bin Zubair menguasai Kufah hingga ia terbunuh dalam satu pertempuran dengan pasukan Abdul Malik tahun 71 H/ 690 M. 
Demikianlah akhir dari kisah tragedi Karbala yg merupakan sejarah pilu umat Islam, buah dari Konspirasi yg dilakukan orang-orang kafir & zindiq. 
Husein telah gugur sebagai syahid, kita bersedih berpisah dengan cucu Rasulullah itu namun ketahuilah bahwa itu adalah jalan baginya ke surga. 
Allah Ta'ala berfirman dalam Kitabullah : "Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yg gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup di sisi Rabbnya mendapat rezki. Mereka bergembira dengan karunia yg diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang yg masih tinggal di belakang yg belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka & mereka tidak bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat & karunia besar dari Allah & bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yg beriman." (Ali Imran: 169-171). 
Tidak ada gunanya & tidak ada tuntunannya kita meratapi kematian Husein dengan meraung-raung, merobek baju, memukul kepala & melukai badan. Yg demikian adalah perbuatan tercela yg hanya dilakukan oleh kaum jahiliyah & orang-orang kafir seperti Nasrani yg bersedih atas kematian Isa. Sedangkan kita dilarang tasyabbuh atau meniru-niru perilaku & tradisi orang-orang kafir. Tasyabbuh dengan mereka berarti termasuk golongan mereka.
Rasulullah bersabda, "Kelak kalian akan mengikuti ajaran orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam liang biawak pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami, para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah yg kami ikuti itu adalah orang-orang Yahudi & Nasrani?" Nabi menjawab, "Siapa lagi kalau bukan mereka?" (HR. Muslim). 
Sebagai penutup, cukup banyak maraji' atau referensi yg digunakan dalam menulis kultwit ini tapi saya hanya akan menyebutkan beberapa yg utama saja.

1. Hasan & Husain, The Untold Stories karya Syaikh Hasan al-Husaini, terbitan Pustaka Imam asy-Syafi'i, 1434 H/ Feb 2013 M. Syaikh Hasan al-Husaini adalah seorang ulama ahlus sunnah yg memiliki garis nasab yg bersambung hingga kpd Husein bin Ali. Ribuan pengikut Syiah tersadarkan & kembali mengikuti akidah ahlus sunnah berkat ceramah2 beliau. Smg Allah membalas jasa beliau.
2. Sejarah Islam, Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX karya Ahmad al-Usairy, terbitan Akbar Media Eka Sarana, cet. ke-5 Juli 2007.
3. Pengkhianatan2 Syiah & Pengaruhnya Thdp Kekalahan Umat Islam karya DR. Imad Ali Abdus Sami', terbitan Pustaka al-Kautsar, 2006.
4. Mengapa Saya Keluar dari Syiah karya Sayyid Husain Al-Musawi, terbitan Pustaka al-Kautsar, cetakan ke-5, 2008.
5. Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafa'ur Rasyidin karya Ibnu Katsir, terbitan Darul Haq, cetakan ke-1, Februari 2004.
6. Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, ttg Amar Ma'ruf Nahi Mungkar dst. karya Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Haq, cet. ke-2, Januari 2007.

Tweeps, saya cukupkan sampai di sini kultwit tentang tragedi Karbala. Yang benar datang dari Allah, yg salah datang dari kebodohan saya & setan.

diambil dari twitter @CumiCola https://twitter.com/CumiCola

1 Responses:

  1. Sangat Membantu saya untuk mengetahui kebenaran tragedi perang karbala
    Semoga allah melindungi kita semua
    Amin

    BalasHapus